Di hadapan “permainan peluang”, seorang manusia bisa menunjukkan kemampuan tak terbatas untuk menggali lubang kehancurannya sendiri.
JIKA utang menggunung, dan pada saat yang sama mendapatkan uang untuk melunasinya, mana yang anda pilih: membayar utang atau menjadikannya taruhan demi peluang mendapatkan uang lebih banyak?
Dalam Uncut Gems, Howard Ratner (Adam Sandler), seorang jauhari di Manhattan, New York, memilih yang terakhir. Dengan kelihaian bersilat lidah, dia menghadapi tukang pukul cum penagih utang yang dikirim seorang rentenir sekaligus iparnya, Arno (Eric Bogosian). Dia kemudian mempertaruhkan uangnya dalam judi kejuaran NBA 2011-2012.
Duo sutradara film, Joshua dan Benjamin Safdie (dikenal juga dengan Safdie Bersaudara), menampilkan Howard seorang pecandu judi. Perjudian gambaran sempurna dari “permainan peluang” (games of chance), istilah yang diciptakan filsuf Perancis Jean Baudrillard dalam Seduction (1990).
Seperti halnya simulakra, yang merupakan imitasi atas realitas tanpa rujukan kepada realitas itu sendiri, “peluang” dalam “permainan peluang” bukanlah peluang. “Peluang” di sini bukanlah konsep statistik dan bukan pula takdir teologis, yang dikendalikan Tuhan. Dalam “permainan peluang”, Baudrillard bilang, “peluang” adalah “semesta seduksi”. Ia hiperbolis, ironis, ekstatis, dan pada akhirnya katastrofik.
Itu menjelaskan mengapa Howard tak hanya sekali dua kali melakukan pilihan tersebut. Bujuk rayu “peluang” benar-benar membenamkannya ke dalam ketidakpastian yang menggiurkan; “semesta seduksi”. Dia melakukannya dengan antusiasme, dengan kegembiraan yang meluap-luap. Untuk memaksimalkan “peluang”, Howard mempertaruhkan semua uangnya pada setiap rangkaian taruhan yang ada: tim mana yang akan mendapatkan bola pertama kali; berapa skor akhirnya; berapa poin yang dicetak pemain tertentu; berapa rebound yang dihasilkan pemain tertentu. Dan pada akhirnya tak hanya uang, ia juga mempertaruhkan keluarga, kekasih, toko perhiasan, pertemanan, dan bahkan nyawanya sendiri.
Uncut Gems merupakan karya keenam Safdie Bersaudara. Mereka sebelumnya membesut Good Man, salah satu film Amerika yang terpilih untuk bertarung memperebutkan Palem Emas dalam Cannes Film Festival 2017. Seperti saat menggarap Good Man, mereka kembali berkolaborasi dengan Ronald Bronstein dalam penulisan skenario Uncut Gems.
- Judul Film: Uncut Gems
- Sutradara: Joshua dan Benjamin Safdie
- Penulis: Ronald Bronstein, Joshua, dan Benjamin Safdie
- Pemain: Adam Sandler, Kevin Garnett, Julia Fox, Eric Bogosian, Idina Menzel
- Rilis: 13 Desember 2019; 30 Januari 2020 (Netflix)
- Durasi: 135 menit
Dalam film ini, Safdie Bersaudara masih konsisten dengan gaya pengisahan mereka. Kisahnya berpusat pada fragmen yang mengubah hidup seseorang: Howard Ratner. Adegan demi adegan berjalan linear dan cepat. Kata-kata f**** bertebaran di mana-mana sepanjang dialog. Kaos (chaos) demi kaos yang lahir dari keputusan buruk Howard menyesaki plot. Selama dua jam 15 menit anda akan merasa berada di atas roller coaster tanpa jeda hingga mesiu berbicara. Gaya pengisahan grotesque: sebuah film posmodern.
Sandler sendiri bermain brilian dalam film ini. Banyak kritikus Amerika bilang ini pencapaian terbaik sepanjang karirnya. Hingga batas tertentu, Howard sebenarnya bukan karakter asing bagi Sandler. Dalam film-film sebelumnya, dia kerap memainkan peran lelaki menyebalkan, aneh, dan suka menyumpah tetapi pada akhirnya ‘bertobat’. Tapi dalam film ini, tak ada pertobatan itu.
Memang ada satu adegan dimana Howard sempat meratap kepada kekasihnya Julia (Julia Fox), “Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan,” katanya dengan muka memar dan hidung mengucurkan darah. “Semua yang kulakukan tidak berjalan baik.”
Semesta yang berbeda kemudian mendatangkan kesempatan bagi Howard untuk keluar dari jeratan “semesta seduksi”. Megabintang Boston Celtics Kevin Garnett (diperankan oleh Garnett sendiri) datang untuk membeli sebongkah opal langka yang diperoleh Howard dari tambang Welo di Etiopia.
Tapi, opal itulah yang mengisap Howard kembali ke dalam “semesta seduksi”. Dia merasakan sesuatu ketika melihat betapa terobsesinya Garnett dengan opal itu. Dia pun memutuskan mempertaruhkan seluruh uangnya pada laga playoff Celtics dan Garnett meskipun penagih utang menanti di toko perhiasannya; meskipun pasar taruhan tak mengunggulkan Celtics dan Garnett.
“Ayo bertaruh di sini,” katanya kepada Garnett, kini dengan mata berbinar. “Kau benar-benar magis.”
Dalam Uncut Gems, Safdie Bersaudara menghadirkan Diamond District lengkap dengan segala aktivitasnya. Distrik ini wajah mikro dari kapitalisme dan kerakusan ala Amerika. Di sini, pedagang-pedagang permata sekaligus rentenir berkumpul. Segala sesuatu diperdagangkan dan berbunga, termasuk tentu saja risiko.
Pemandangan Diamond District dikontraskan sekilas dengan kehidupan di tambang permata di Etiopia. Di sana, buruh-buruh tambang berkulit hitam bertaruh nyawa demi sebongkah permata yang akan menghubungkan mereka dengan orang-orang seperti Howard: berkemeja Gucci, berjam tangan Rolex, dan mengendarai Mercedes model mutakhir. Dan tentu saja dengan selebritas semacam Garnett, The Weekend, Cash Out, dan Trinidad James – semuanya, termasuk John Amos, dihadirkan Safdie Bersaudara untuk memainkan karakter mereka sendiri.
“100 ribu dolar berarti 50 kali hidup orang-orang itu,” kata Howard kepada Garnett tentang arti uang yang ia keluarkan untuk penambang-penambang kulit hitam di Etiopia. Ini sekaligus menjelaskan jurang kesenjangan antara Amerika dan seantero planet. Garnett tak suka karena opal itu ia tebus dengan 175 ribu dolar. “Ayolah, kau mau menang dengan satu poin atau 30 poin, Kevin,” kata Howard, sekali lagi menunjukkan kerakusan ala Amerika.
Debut Garnett dalam film ini layak mendapatkan apresiasi. Aktingnya lebih baik daripada pemain-pemain NBA lain yang pernah berperan dalam film, seperti Michael Jordan, Dennis Rodman, atau Shaquille O’Neal. Adegan dialognya berdua dengan Sandler bisa membuktikan itu.
Nyaris setiap kritikus menyebut Uncut Gems layak masuk dalam daftar nominasi Oscars 2020. Tapi, seperti kita tahu, hal itu tak terjadi.
Sebenarnya, kisah tentang seseorang dengan segunung problem yang mempertaruhkan segalanya dalam permainan terakhir di meja judi bukanlah tema baru. Sebagai contoh, kita bisa menyebut The Music of Chance (1993) karya Philip Haas atau 21 (2008) karya Robert Luketic.
Seandainya Safdie Bersaudara tak mengakhiri film mereka dengan cara tak biasa, Uncut Gems tak akan berbeda dengan film-film bertema sejenis. Tapi berbeda dengan kebanyakan film, dimana anda akan merasa kehilangan begitu film berakhir dan kembali ke kehidupan nyata, Uncut Gems akan membuat anda merasa mensyukuri kehidupan anda yang sesungguhnya – yang meskipun mungkin suram tapi setidaknya tak sebrutal dalam film ini.[]