JELAJAH LITERASI

“Kitab I’anat al-Musytarsyidin”: Karya Mufti Betawi yang Membongkar Sesat Pikir Takfiri

in Klasik by

Di antara sesat pikir kaum Takfiri dalam kitab karya Habib Usman bin Yahya ini adalah kebiasaan mereka untuk langsung mengutip ayat-ayat al-Quran.

Catatan Redaksi:

Habib Usman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya (1822-1913) adalah seorang ulama kelahiran Pekojan, Jakarta. Pada usia 49 tahun (atau pada 1871), dia diangkat menjadi Mufti Betawi setelah 22 tahun memperlajari ilmu-ilmu keislaman di sejumlah negeri Muslim. Habib Usman bin Yahya juga dikenal sebagai penulis produktif selain pendiri percetakan pertama di Batavia (Pertjetakan Batu). Hingga akhir hayatnya, dia telah menulis 116 judul buku. Berikut ini ulasan atas salah satu karyanya, Kitab I’anat al-Musytarsyidin ‘ala Ijtinabi al-Bida’ fi al-Din, yang ditulis oleh Ketua LBM PWNU DKI Jakarta, Mukti Ali Qusyairi.


INI adalah naskah Kitab I’anat al-Musytarsyidin ‘ala Ijtinabi al-Bida’ fi al-Din karya Habib Usman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya, seorang ulama Nusantara yang pada zamannya dinobatkan sebagai Mufti Betawi. Ini salah satu kitab karyanya yang disalin dengan tulisan tangan dan dicetak oleh Mathba’ah al-Mubarak Betawi pada 1329 Hijriah. Saat ini, usia naskah ini sudah 114 tahun. Cukup tua. Kebetulan saya mengoleksi 60 judul karya Habib Usman bin Yahya, dan salah satunya kitab ini.

Kitab ini berisi 25 bab di luar pendahuluan dan penutup. Pada bab-bab awal, Habib Usman menjelaskan ciri-ciri ahli bid’ah yang harus diwaspadai. Yaitu, pertama, mereka langsung mengutip ayat-ayat Al-Quran, meletakkannya tidak pada tempatnya, dan menafsirkan dengan pendapatnya sendiri.

Kedua, ahli bid’ah menyampaikan kalimat haq (kebenaran) tetapi yang dikehendakinya adalah kebatilan, sehingga dapat mengelabui masyarakat awam. Seolah kebenaran yang dibelanya tetapi terdapat selubung modus keburukan dan kebatilan sebagai kepentingan yang ingin diraih.

Ketiga, ahli bid’ah mendaku sebagai ahli ijtihad atau mujtahid yang tidak membutuhkan pendapat-pendapat para ulama as-salaf as-shalih yang terdapat dalam khazanah klasik Islam.

Keempat, ahli bid’ah tidak meninggalkan kebid’ahannya sekalipun telah disampaikan kepadanya penjelasan-penjelasan tentang kekeliruan dan kesalahannya. Artinya, ahli bid’ah bersifat eksklusif, tertutup, keras, radikal, dan pokoke tak mau mendengar pendapat pihak lain.

Kelima, ahli bid’ah mudah mengafirkan umat Muslim yang berbeda dengan mereka. Mereka kaum takfiri.

Habib Usman bin Yahya melanjutkan penjelasan bahwa contoh konkret ahli bid’ah adalah kelompok Wahabi. Dalam bab kedelapan, Habib Usman bin Yahya menukil teks-teks dan pendapat imam-imam serta ulama Ahlissunnah Wal Jamaah yang menegaskan bahwa Wahabi termasuk golongan yang tersesat dan pembuat bid’ah yang paling menjijikan.

Cukup banyak nama ulama beserta kitab-kitabnya dari kalangan Ahlissunnah Wal Jamaah yang menyatakan sesatnya kelompok Wahabi yang dikutip oleh Habib Usman bin Yahya. Di antaranya, Habib Alawi bin Ahmad al-Haddad dalam kitabnya Misbah al-Anam, Sayyid Ahmad Dahlan, Sayyid Abdurrahman al-Ahdal, Syeikh ‘Atha al-Makkiy dalam kitabnya ash-Sharim al-Hindiy fi ‘Unuqi an-Najdiy, Syeikh Ahmad al-Mashriy, dan yang lainnya.

Lebih Lanjut, menurut Habib Usman bin Yahya, terdapat banyak sesat pikir Wahabi. Di antara sesat pikir Wahabi itu adalah meletakkan ayat-ayat Al-Quran tidak pada tempatnya; menafsirkan Al-Quran menurut pendapatnya sendiri; menggunakan ayat-ayat Al-Quran untuk mengafirkan umat Muslim; merendahkan Nabi Muhammad Saw dengan ungkapan-ungkapan yang berbeda-beda; melarang umat Islam bersalawat kepada Nabi Muhammad Saw, membakar kitab al-Dalail al-Khairat yang berisi ribuan salawat; meninggalkan kitab-kitab khazanah klasik Islam karya para ulama as-salaf as-shalih dengan mengatakan bahwa di dalam kitab-kitab tersebut terdapat kebenaran sekaligus kesalahan, sehingga Wahabi mewajibkan berijtihad tetapi tanpa ilmu, yang dalam bahasa Habib Usman, “ijtihadnya orang-orang bodoh pengetahuan agama”; Wahabi mengharamkan ziarah kubur Nabi dan berjalan ke kubur Nabi adalah maksiat; mengafirkan orang yang berziarah ke kuburan para wali dan menghancurkan kuburan-kuburannya; mengingkari mukjizat Nabi dan karamah para wali; mengharamkan tawashul kepada Nabi dan para wali dan menganggap itu perbuatan syirik serta kafir.

Jika melihat sesat pikir Wahabi yang dijelaskan Habib Usman bin Yahya tersebut, maka cukup beralasan kalau dikatakan bahwa akar-akar intoleran, radikalisme, dan bahkan terorisme salah satunya bersumber dari sesat pikir Wahabi.

Habib Usman bin Yahya pun tak tinggal diam dan tidak membiarkan Wahabi begitu saja. Beliau di dalam kitab ini melakukan kritik tajam dan kontranarasi terhadap sesat pikir Wahabi tersebut dengan mengutip sekian banyak pendapat ulama as-salaf as-shalih dengan disertakan judul kitab-kitabnya. Dalam kitab ini, Habib Usman bin Yahya betul-betul menggunakan standar ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.[]

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

*

Latest from Klasik

Go to Top