Otak manusia biasa sebenarnya dapat mengolah 50 ribu kata per menit, sehingga kita menyia-nyiakan otak jika membaca hanya dengan kecepatan 300 kata per menit.
Ternyata ada gunanya juga melempar buku ke tanah kotor saat kesal dan frustasi. Paling tidak itulah yang dialami oleh Evelyn Wood, suatu hari di musim gugur 1958. Ketika kekesalannya mereda, dia membaca lagi sambil membersihkan kotoran-kotoran yang melekat pada halaman buku itu dengan jarinya. Tanpa sadar, seperti diceritakan Stanley Frank (Wakil Dirut Encyclopaedia Britannica, Inc.) dalam bukunya Remember Everything You Read, matanya mengikuti gerakan jarinya yang makin lama makin cepat—membuka halaman demi halaman. Ketika selesai, tak dinyana dia telah membaca 50 ribu kata dalam 10 menit—atau dengan kecepatan 5.000 kata per menit (kpm). Ini sudah hebat, karena kecepatan rata-rata pembaca biasa—yaitu Anda dan saya—hanya sekitar 250 kpm.
Wood memang sudah lama penasaran mencari metode membaca cepat yang bisa diajarkan. Karena pekerjaannya sebagai guru pembimbing di sebuah SMA di Salt Lake City, AS, dia menyadari betul manfaat kemampuan membaca agar siswa tidak terseok-seok di kelas. Akan tetapi, dia ingin tahu bagaimana caranya mencapai kecepatan membaca lebih dari seribu kpm—yang oleh sebagian ahli dianggap sebagai batas tercepat.
Wood memang akhirnya menemui beberapa orang yang mampu membaca di atas batas itu—tapi dia tidak bisa menemukan teknik seragam dari orang-orang itu. Karena seolah membentur jalan buntu, terjadilah peristiwa pelemparan buku itu tadi. Setelah menyempurnakan tekniknya, dia mendirikan Evelyn Wood Reading Dynamics Institute di Washington pada 1959. Begitu manjurnya teknik ini, sampai-sampai tiga Presiden Amerika mendukungnya. John F Kennedy dan Richard Nixon mengundang instruktur program Wood ke Gedung Putih untuk melatih stafnya, sedangkan Jimmy Carter sendiri malah ikut kursus dan konon mampu membaca dengan kecepatan 1.200 kpm.
Ada dua kebiasaan membaca yang diderita secara akut oleh para pembaca lambat. Pertama, biasanya kita membaca dengan ditemani suara tersembunyi yang cenderung mengeja kata demi kata dalam otak kita—bahkan ketika kita membaca dalam hati. Pada beberapa orang malah sambil mengucapkan perlahan kata demi kata dengan bibir bergerak.
Kedua, kita membaca dari kiri ke kanan, baris demi baris, sampai selesai halaman itu. Lalu berpindah ke halaman berikutnya, dari kiri kanan baris demi baris. Itulah yang disebut cara membaca subvokal-linear, yaitu dengan “suara tersembunyi” dan urut. Dengan cara ini, kita akan mentok pada sekitar 900 kpm.
Oleh Wood, itulah yang diganti dengan cara membaca visual vertikal. Cara ini mengganti “suara tersembunyi” dengan persepsi visual, serta gerakan mata horizontal kiri ke kanan baris demi baris menjadi gerakan sapuan mata vertikal ke bawah halaman. Karenanya cara ini memakai jari untuk memaksa mata kita mengikuti gerakannya.
Gerakan jari ini bisa bermacam-macam. Ada yang berbentuk gerakan S, gerakan U, gerakan tanda tanya dan lain-lain—yang kesemuanya tidak dilakukan baris demi baris pada teks.
Tatkala mata bergerak, kita tidak membaca kata demi kata dengan “suara tersembunyi”, tapi melihatnya dengan menghujamkan langsung ke otak tanpa melewati saraf auditori. Karena sebenarnya otak manusia biasa dapat mengolah kata 50 ribu kpm—sehingga kita menyia-nyiakan otak jika membaca hanya dengan kecepatan 300 kpm.
Dengan cara itu, tentu saja perlu latihan, orang sampai bisa membaca 3 ribu kpm, bahkan ada yang sampai 50 ribu kpm.
Akan tetapi, jangan mengira dengan membaca berkecepatan “supersonik” ini lalu pemahaman dan ingatan terhadap isi akan anjlok. Sebaliknya, itu malah meningkat karena langsung ke otak dan tingkat konsentrasi makin tinggi dengan makin cepat kita membaca—seperti telah dibuktikan oleh beberapa pengujian independen. Sejak 1980, hasil kursus Evelyn Wood telah meningkatkan kecepatan membaca rata-rata 600 persen seiring dengan peningkatan pemahaman sebesar 12 persen.
Belakangan memang banyak lagi teknik-teknik yang lain. Misalnya yang dikembangkan Richard Welch yang mengklaim salah seorang anak didiknya mencapai 422 ribu kpm. Di Rusia, konon, teknik tertentu menjadikan seorang anak lima tahun menjadi fasih tiga bahasa, mengerjakan 600 soal matematika setiap hari, dan mengetahui 400 kata baru seminggu. Dan begitu masuk sekolah, dia menguasai 40 bahasa dan hapal seluruh isi ensiklopedia Rusia.
Yang jelas, seperti kata Wood sendiri, tak semua naskah cocok dibaca dengan visual-vertikal. Misalnya: puisi, buku teks yang penuh istilah teknis dan terperinci, dialog, wawancara, lelucon serta parodi yang memelesetkan logika. Naskah semacam itu memang harus dibaca pelan, untuk menangkap urutannya.
Jadi jangan khawatir jika Anda membaca naskah lucu tidak tertawa sama sekali sedangkan orang lain terbahak-bahak. Mungkin saja karena Anda memakai teknik visual-vertikal. Kemungkinan lain, Anda telmi … atau telat mikir.[]
(Dinukil dari: Putut Widjanarko, Elegi Gunnterberg: Memposisikan Buku di Era Cyberspace, [Mizan: Bandung, 2000].)
Foto utama: sejumlah pebisnis mengikuti kursus membaca cepat Evelyn Wood yang dinamakan “Reading Dynamics”. Sumber foto: DC Public Library, Washingtoniana Division.