JELAJAH LITERASI

“The Divine Message of the DNA”: Keajaiban Gen yang Terpendam

in Wacana by

Dari miliaran kode genetik dalam tiap-tiap 60 triliun sel tubuh kita, hanya 5 hingga 10 persen yang aktif. Betapa banyaknya potensi kehidupan yang terpendam. Padahal, gen dorman itu bisa menyembuhkan penyakit dan melejitkan kecerdasan.

DNA, atau zat di dalam inti sel yang disebut gen, adalah sepasang untaian molekul yang menyimpan kode genetik kita. Ia memicu pembelahan sel yang kemudian membentuk kehidupan. Gen menurunkan sifat dari orang tua ke anak. Gen juga secara langsung ikut memengaruhi banyak aspek dalam kehidupan manusia.

Satu sel manusia bisa memiliki tiga miliar kode genetik. Jika dicetak, kode genetik ini, kata Murakami, bisa menghasilkan 3.000 buku dengan ketebalan masing-masing 1.000 halaman. Bayangkan, betapa banyaknya informasi genetik dalam tubuh manusia yang memiliki 60 triliun sel. Inilah keajaiban gen, yang membuat Kazuo Murakami terpesona. Gen memiliki kemungkinan kombinasi tak terhingga, sehingga selalu menghasilkan makhluk hidup yang unik. Tak akan pernah ada makhluk hidup sama persis di alam ini.

Ada keajaiban lain. Meski memiliki informasi yang sama dalam miliaran gen, sel-sel itu seperti berbagi tugas berbeda dan setia pada tugas masing-masing. Sel kuku hanya akan menjadi kuku. Sel rambut berhenti menjadi rambut. Semuanya serba teratur. Tak ada yang kebetulan.

Keterpesonaan itu, bagi Murakami, adalah teka-teki. “Siapakah yang pada awalnya menuliskan kode luar biasa ini? Umat manusia tentunya tidak dapat menciptakan kode genetik ini,” tulis Murakami, ahli genetika asal Jepang, dalam bukunya The Divine Code of Life: Awaken Your Genes & Discover Hidden Talents.

  • Judul Buku: The Divine Message of the DNA: Tuhan dalam Gen Kita
  • Penulis: Kazuo Murakami
  • Penerbit: PT Mizan Pustaka
  • Terbit: Maret 2007
  • Tebal: 200 halaman

Buku ini diterbitkan pada 2006 oleh Beyond Worlds Publishing, penerbit berbasis di New York. Pada 2007, Penerbit Mizan menerjemahkan buku ini ke dalam bahasa Indonesia dengan judul The Divine Message of the DNA: Tuhan dalam Gen Kita.

Dari judul edisi Inggris dan Indonesia, kita sudah bisa membaca Murakami “menemukan” kuasa di luar pemahaman manusia sebagai jawaban atas pertanyaannya. Dia tak menyebut-Nya “Tuhan”, tapi “Sesuatu yang Agung”.

Sejauh apa pun kemajuannya, Murakami bilang, sains belum mampu menciptakan kehidupan sekompleks dan seteratur itu. Apa yang bisa dilakukan sains sejauh ini adalah membiarkan sebuah kehidupan lahir dan tumbuh.

Mungkin Anda akan mendebat, bagaimana dengan kloning, teknologi genetik yang dapat “menciptakan” duplikat sebuah kehidupan, setidaknya sejauh ini pada hewan mamalia seperti domba bernama Dolly? Murakami mengakui kloning sebagai perkembangan penting. Dolly direproduksi dari sel kelenjar susu—bukan dari sel reproduksi—yang diambil secara acak dari domba dewasa. Tak dibutuhkan domba betina. Yang diperlukan hanya sel, dari mana pun ia berasal. Seperti telah disebutkan, fakta ilmiah menunjukkan setiap sel memiliki informasi yang sama pada gennya, sehingga bisa menjadi sumber kehidupan.

Secara teori, pencapaian tersebut berarti sains bisa menghasilkan duplikat seorang manusia dari sel apa pun, yang diambil dari bagian mana pun pada tubuh seseorang. Sebuah sel dari seorang atlet berprestasi atau ilmuwan genius dapat digunakan untuk “menciptakan” banyak individu dengan kemampuan fisik atau otak yang sama.

Terlepas dari problem etika, menurut Murakami, itu masih berupa teori. Hasil klon, seperti Dolly, ternyata kemudian mengalami banyak masalah kesehatan dan berusia pendek. Artinya, rekayasa genetik oleh sains tak semulus kreasi “Yang Agung” itu.

Dari begitu banyaknya gen dalam tubuh manusia, Murakami mengatakan hanya sekitar lima hingga sepuluh persen yang aktif penuh. Sisanya dorman. Inilah yang disebut sistem “nyala atau padam” dalam gen. Penemuan tentang ini merupakan terobosan luar biasa dalam pemahaman kita tentang gen.

Gen pada sel kuku telah diprogram pada “mode kuku” sementara segala kemungkinan lain dinonaktifkan atau dipadamkan. Sebagian gen menjadi aktif atau padam karena periode waktu tertentu. Misalnya, gen pertumbuhan payudara pada wanita akan menyala pada masa pubertas. Demikian pula gen pertumbuhan rambut pada wajah pria.

Sebagian faktor lain penyebab nyala atau padamnya gen masih terus dipelajari para ahli. Tapi, bahwa ada mekanisme “nyala atau padam” pada gen sudah merupakan fakta ilmiah.

Dari sinilah, Murakami mengembangkan hipotesis tentang bagaimana kita bisa memicu gen menjadi aktif atau padam. Berbeda dengan ilmuwan lain yang lebih berfokus pada faktor fisik dan kimia, Murakami mencoba memusatkan perhatian pada faktor pikiran dan lingkungan.

Terinspirasi oleh peribahasa Jepang, “penyakit datang dari pikiran”, Murakami menduga kuat bahwa cara berpikir kita memengaruhi kerja gen. Berpikir positif bisa mengaktifkan gen positif dan berpikir negatif bisa memicu gen negatif.

Dia melakukan eksperimen pada 2003. Ini dilakukan terhadap para penderita diabetes stadium 2. Mereka dibagi menjadi dua kelompok: sebagian mendengarkan kuliah serius dan sebagian lain menonton pertunjukkan komedi. Mereka kemudian menyantap hidangan yang telah disediakan. Setelah mereka makan, glukosa darah mereka diukur. Hasilnya, mereka yang mengikuti kuliah mengalami peningkatan glukosa darah 123 mg/dl. Mereka yang menonton lawakan mengalami peningkatan glukosa darah yang jauh lebih kecil, yakni 77 mg/dl. Eksperimen ini diulang sekali lagi dan menghasilkan data yang sama.

Tawa ternyata memiliki efek menguntungkan bagi para penderita diabetes. Lalu, Murakami juga menemukan bahwa 23 gen diaktifkan oleh tawa. Salah satu gen yang aktif adalah gen reseptor D4 dopamin. Gen ini bertugas menghambat adenylyl cyciase, enzim yang berperan meningkatkan glukosa darah.

Bagi Murakami, eksperimen tersebut mendukung hipotesisnya. Emosi positif dapat memicu tombol genetik. Hasil eksperimen ini telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Diabetes Care pada Mei 2003 dan Psychotherapy and Psychosomatics pada 2006.

Lebih jauh, bagi Murakami, faktor lingkungan pun memengaruhi kerja gen. Dia menceritakan bagaimana dia berkembang dalam bidang keahliannya justru ketika memutuskan pindah ke Amerika Serikat. “Di sana saya berubah dari seorang biasa-biasa saja yang tak dikenal menjadi seorang ilmuwan sukses.” Murakami percaya sebuah lingkungan baru dapat memicu tombol yang menyalakan gen-gen dorman.

Contoh ini sebenarnya problematis dalam arti sangat mungkin tak berlaku bagi setiap orang. Amerika, yang oleh Murakami, disebut “negara tempat para penyendiri dapat menjadi makmur” bisa jadi hanya cocok bagi ilmuwan biokimia seperti Murakami. Sangat mungkin pula tak semua ilmuwan bisa cocok dengan Amerika atau lingkungan barunya. Dengan kata lain, contoh yang Murakami berikan bersifat kasuistik.

Namun, lingkungan jelas bisa memengaruhi cara berpikir seseorang, baik itu menjadi negatif ataupun positif. Perubahan ini sangat mungkin bisa mengaktifkan gen-gen tersembunyi.

Murakami sendiri kemudian mengakui bahwa contoh yang dia kemukakan belum tentu berlaku bagi semua orang. Dia menyatakan, hal terpenting adalah mendekati hidup ini secara positif.

Menariknya, bagi Murakami, pernyataan-pernyataan seperti “saya tidak boleh terlalu banyak makan” atau “saya harus berhenti merokok” masuk ke dalam kategori pendekatan negatif. Pikiran seperti ini tidak akan mempan untuk mengaktifkan gen-gen positif karena bisa mengakibatkan stres yang tak perlu. “Walaupun merokok dituding sebagai penyebab kanker paru-paru, ada persentase yang cukup besar dari para perokok berat tidak mengindap penyakit tersebut.”

Murakami tak mengingkari bahwa pendapatnya ini mungkin terdengar ekstrem. Bagi dia, kunci hidup ini tetap bergantung kepada cara berpikir kita. “Jika Anda menyukai suatu jenis minuman, nikmati saja. Jika Anda mengidamkan suatu macam makanan, makan saja. Selama hal itu tidak membuat Anda sakit, Anda dapat menikmatinya.”

Berpikir positif juga bisa menjelaskan penyembuhan-diri, praktik yang ada sejak dulu. Murakami menilai ada peran penting gen dalam penyembuhan-diri. Manusia memiliki gen yang berpotensi menimbulkan penyakit tapi juga gen yang berpotensi menyembuhkannya. Sebagian besar gen yang dorman tersebut bisa jadi menyimpan kemungkinan untuk menyembuhkan penyakit. Walaupun nikotin pada rokok jelas akan memicu kanker, penelitian genetik juga jelas menunjukkan pengaruhnya relatif dan sangat beragam pada setiap individu. Di sinilah, berpikir positif berperan penting menyalakan gen positif penyembuh penyakit dan memadamkan gen negatif penyebab penyakit.

Murakami mengutip pernyataan Shiego Nozawa, seorang perintis metode pertanian hidroponik, dan sepenuhnya sependapat dengan pernyataan itu. “Pada manusia, keadaan pikiran seseorang sendiri adalah lingkungan mereka. Keadaan bahagia atau sehat berasal dari pikiran. Orang-orang mungkin menganggap bahwa sebuah tipe lingkungan tertentu adalah ideal, namun sesungguhnya setiap lingkungan yang dianggap baik oleh seseorang menjadi bermanfaat karena lingkungan tersebut dan proses hidup orang itu berinteraksi secara saling menguntungkan. Tidak ada lingkungan yang secara mutlak baik atau buruk.”

Selain berpikir positif, ada cara lain yang disarankan Murakami agar kita bisa mengaktifkan gen dorman. Ia adalah membiarkan diri kita terpapar oleh emosi mendalam. Saat kita sedih, dan bahkan menangis, menurut Murakami, terjadi semacam pelepasan perasaan nyaman. Ini indikasi bahwa gen-gen baik kita telah diaktifkan. “Saya tahu bahwa pada saat saya tergerak hingga menangis, hati saya merasa dibersihkan dan tidak ada tempat lagi di dalamnya bagi kebencian maupun kemarahan.” Murakami bahkan menduga orang yang tergerak oleh emosi tulus dan mendalam bisa tampak lebih muda daripada usianya dan berumur panjang.

Dari buku ini, kita sebenarnya membaca bahwa gen, bagi Murakami, tak hanya mewarisi sifat ayah dan ibu kita. Lebih daripada itu, gen seseorang menyimpan “potensi dari seluruh ras manusia”. Karenanya, dia menolak pandangan bahwa ciri-ciri yang diwariskan tidak pernah berubah. Tidaklah mutlak benar bahwa orang tua ber-IQ tinggi akan menurunkan anak ber-IQ tinggi. Tetap ada kemungkinan anak ber-IQ rendah lahir dari orang tua ber-IQ tinggi, dan sebaliknya anak ber-IQ tinggi lahir dari orang tua ber-IQ rendah atau rata-rata.

Karenanya, berpikir positif secara internal dan pendidikan, lingkungan, dan pengalaman secara eksternal berperan penting dalam mengaktifkan gen-gen positif kita. Gen-gen kita berpotensi menyembuhkan penyakit dan melejitkan kecerdasan kita, dan semua itu bergantung kepada cara berpikir dan lingkungan.

Menurut Murakami, gen juga tidak bertambah tua seperti halnya fisik kita. Sebagian besarnya bahkan stabil jika tak terpapar oleh radiasi atau obat-obatan berbahaya. Ini berarti bakat-bakat terpendam diri kita bisa muncul kapan pun, di usia berapa pun. Tak pernah ada kata terlambat untuk mengembangkan potensi kita dengan menyalakan gen-gen yang tersembunyi.

Terkait dengan teknologi modifikasi genetika yang dicemaskan banyak orang secara etika dan agama, Murakami kembali membahasnya di bagian akhir buku. Dia percaya modifikasi genetika tak akan pernah bisa melampaui desain “Yang Agung”. Tidak akan pernah lahir monster berkepala singa, berbadan kambing, dan berekor ular dari modifikasi genetika seperti yang kita takutkan. Meskipun sains bisa menggabungkan sel-sel tikus dengan sel-sel manusia, proses perkembangan sel-sel itu tetap mengikuti hukum alam yang sangat ketat. Gen milik salah satunya akan menghilang dalam proses pembelahan sel. “Modifikasi genetika tidak melanggar hukum-hukum alam, juga tidak menjadikan hal tidak mungkin menjadi mungkin. Sebenarnya, modifikasi genetika menjadikan yang sebelumnya hampir tidak mungkin menjadi mungkin.”

Teknologi modifikasi genetika, bagaimanapun, tetap penting bagi kehidupan manusia, terutama dalam bidang kedokteran. Namun, Murakami tetap memberi catatan kecil: “sedikit peringatan memang diperlukan.”[]

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

*

Latest from Wacana

Go to Top