JELAJAH LITERASI

Until Tomorrow: ‘Cerpen’ Visual Indah Ali Asgari

in Film by

Until Tomorrow adalah ‘cerpen’ visual indah dari Ali Asgari. Plot dan pengaturan waktunya sederhana tapi mampu menyelami persepsi masyarakat Iran tentang ibu muda tunggal dan cinta seorang ibu kepada anaknya.

Di awal film, kita menyaksikan seorang ibu muda, Fereshteh (Sadaf Asgari) tampak lelah tapi bahagia. Dia menjemur pakaian sambil membahas pekerjaannya sebagai desainer grafis lepas dan memasak sup sambil menjaga bayi dua bulannya.

Tak ada yang aneh hingga sebuah panggilan telepon masuk dari ibunya. Fereshteh membawa bayinya masuk ke dalam kamar ketika menerima panggilan tersebut.

Tanpa harus muncul dalam dialog, adegan itu memberitahu penonton bahwa bayi itu adalah rahasia pribadi Fereshteh, yang hanya boleh diketahui orang-orang tertentu. Ketika orang tuanya tiba-tiba memutuskan untuk datang ke Teheran mengunjunginya, Fereshteh pun hanya memikirkan satu hal. Bagaimana dia mampu menemukan seseorang yang mau mengurus bayinya sampai besok, waktu yang dia duga orang tuanya akan tinggal di apartemennya.

Begitulah premis kisah dalam Until Tomorrow garapan sutradara Iran, Ali Asgari. Film ini diplot di seputar perjuangan Fereshteh dan sahabatnya yang berjiwa bebas, seorang mahasiswi yang berencana berimigrasi ke Kanada, Atefeh (Ghazal Shojaei), dalam menemukan tempat yang aman bagi bayinya.

  • Judul Film: Until Tomorrow (Ta Farda)
  • Sutradara: Ali Asgari
  • Penulis: Ali Asgari, Alireza Khatami
  • Pemain: Sadaf Asgari, Ghazal Shojaei, Babak Karimi, Amirreza Ranjbaran
  • Rilis: Februari 2022 (Berlinale)
  • Durasi: 86 menit
  • Produksi: Iran, Perancis, Qatar

Waktu penceritaan dalam film ini hanya satu hari. Sebuah kisah dengan plot dan pengaturan waktu yang sederhana tapi mampu membuat penonton menyelami persepsi masyarakat Iran terhadap ibu muda tunggal dan cinta seorang ibu pada anaknya.

Until Tomorrow mendapat pujian di banyak festival film pada 2022, antara lain Berlinale dan Zurich Film Festival. Asgari sendiri adalah sutradara muda Iran yang paling banyak mengantongi penghargaan lewat film-film pendeknya. Until Tomorrow merupakan film panjang kedua setelah debutnya lewat Disapearance (2017).

Penonton Indonesia beruntung bisa menyaksikan Until Tomorrow dalam Madani International Film Festival 2022. Film ini menjadi penutup festival yang berlangsung sejak 8 hingga 15 Oktober 2022.

Sejak saat Fereshteh berjibaku menghilangkan jejak keberadaan bayinya, Asgari menghadirkan rintangan demi rintangan. Kita bisa mengetahui bagaimana Fereshteh selama itu mampu menjaga rahasianya.

Tetangganya mungkin menganggap dia seorang ibu ‘normal’ yang suaminya sedang bekerja di luar kota. Pemilik apartemen juga tampaknya percaya cerita itu hingga mengizinkannya tinggal bersama anaknya di sana. Atefeh bilang, di Iran, perempuan tak bisa tinggal sendirian dengan anak meskipun itu di hotel.

Perjuangan Fereshteh dan Atefeh yang nyaris tanpa hasil itu membuat kita mempertanyakan peran negara dan masyarakat dalam isu pengurusan anak. Bukan hanya di Iran, di banyak negara—dan tentu saja di Indonesia—pengurusan anak dianggap semata tanggung jawab orang tua, dan lebih parah lagi hanya tanggung jawab seorang ibu. Padahal, politisi kerap mengumbar slogan “anak generasi masa depan bangsa”.

Tapi, sedikit sekali upaya dan kebijakan yang dibuat untuk memfasilitasi tumbuh kembang anak. Sedikitnya keberadaan ruang laktasi di tempat-tempat publik dan tempat penitipan anak yang disubsidi, semua itu menunjukkan bahwa kita masih memandang tumbuh kembang anak hanyalah masalah privat.

Di rumah sakit sekali pun, Fereshteh tak menemukan tempat aman bagi bayinya. Dia malah nyaris dilecehkan secara seksual oleh seorang dokter (Babak Karimi).

Kita kerap berdalih seorang perempuan seharusnya tinggal di rumah untuk mengurus anak-anaknya. Itu sudah tugasnya. Tapi, dalam banyak kasus, di tengah tuntutan hidup dan dalam konteks ibu tunggal seperti Fereshteh, perempuan harus keluar rumah dan bekerja agar anaknya bisa bertahan hidup.

Itulah yang nyaris tak pernah dipikirkan negara. Indonesia mungkin telah memiliki legislasi tentang jatah cuti kerja enam bulan bagi perempuan yang baru melahirkan. Tapi, bagaimanakah posisinya di perusahaan? Apakah dia masih bisa melanjutkan pekerjaannya dalam posisi yang sama? Apakah perusahaan masih bisa menerima pekerja perempuan tanpa memikirkan konsekuensi kehamilan di masa depan?

Itulah sejumlah pertanyaan seputar perempuan pekerja yang memiliki anak. Asgari menghadirkan sejumput pertanyaan itu ketika, di sela-sela pencariannya, Fereshteh harus menghadapi kemungkinan dia harus mengganti rugi sebuh produk percetakan karena desain yang tidak tepat. Di sini, Fereshteh tak bisa berdalih bahwa dia harus mengurus anaknya. Perusahaan tak akan bisa menerima alasan itu.

Dalam perjuangan satu harinya, Fereshteh tidak kehilangan nuraninya sebagai seorang ibu. Dia tampak berpikir bahwa dia tidak bisa merahasiakan keberadaan bayinya untuk selamanya.

Sadaf Asgari sebagai Fereshteh mampu menampilkan sosok ibu muda yang praktis sekaligus kontemplatif. Tanpa perlu menya-menye atau meraung-raung menangis, Sadaf berhasil membuat kita berempati dan bersimpati kepada Fereshteh hanya melalui ekspresi wajah, dan bahkan meskipun itu dalam diam.

Ini adalah kolaborasi ketiga Sadaf dengan Ali Asgari, yang juga pamannya. Sadaf makin mengokohkan posisinya sebagai aktris muda Iran paling berbakat pada dekade ini.

Bagi kita yang terbiasa menonton film Amerika arus utama (baca Hollywood), jalannya Until Tomorrow mungkin bisa menjemukan. Kita mungkin bisa tertidur atau memainkan ponsel saat pertunjukkan.

Tapi, jika mau sedikit berkonsentrasi, kita sebenarnya bisa menikmati detai-detail adegan yang disyuting dan disunting dengan sangat baik. Salah satu contohnya adalah bagaimana syuting close-up adegan Yaser (Amirreza Ranjbaran), Fereshteh yang membawa bayi, dan Atefeh berboncengan pada sebuah sepeda motor.

Adegan-adegan terkuat tentu saja hadir di akhir film. Meskipun dibuat panjang, adegan ini membawa kita kepada saat-saat Fereshteh menguatkan hati untuk membuat keputusan berani. Adegan saat Fereshteh di dalam taksi untuk pulang ke apartemennya dan saat berjalan melalui koridor panjang di apartemennya, semua itu dibuat panjang untuk menunjukkan kekuatan tekad seorang perempuan muda dalam menghadapi nasib apa pun yang menantinya.

Until Tomorrow adalah ‘cerpen’ visual indah dari Ali Asgari. Sayang, kita hanya bisa menontonnya sekali dalam perhelatan Madani International Film Festival. Semoga ada festival-festival lain yang menayangkan film ini, sehingga makin banyak penonton Indonesia yang bisa menikmati tontonan dengan teknik penceritaan berbeda dari yang mendominasi layar tontonan saat ini.[]

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

*

Latest from Film

Go to Top