Artikel Olivia Rutigliano
Serial Perancis “Lupin” menjadi sensasi, nangkring di posisi 10 besar tayangan Netflix. Lantas, siapakah karakter fiktif ciptaan pengarang Maurice Leblanc ini? Berikut artikel kritikus sastra Olivia Rutigliano tentang Lupin.
KARAKTER protagonis Arsène Lupin, seorang pencuri elegan (gentleman thief) yang bekerja sambilan pada malam hari sebagai detektif, diciptakan sebagai dampak langsung dari popularitas Sherlock Holmes, yang mewabah di seluruh Eropa dan Amerika menjelang akhir Abad ke-19.
Seperti dicatat oleh akademisi David Drake dalam sebuah artikel pada 2009 tentang Lupin, meskipun telah diperkenalkan dalam novela A Study in Scarlet pada 1887, Holmes tidak menjadi sensasi hingga Arthur Conan Doyle menerbitkan enam cerita pendek Holmes di The Strand Magazine dari Juli hingga Desember 1891. Menyaksikan antrean pembaca yang bersemangat di kios-kios koran pada tanggal perilisannya, Conan Doyle yang terpana sepakat menulis enam cerita lagi. Tapi, dia cepat bosan dengan karakter ini, dan mulai berencana untuk membunuhnya pada November tahun yang sama. Namun, popularitas Holmes yang luar biasa itu mencegahnya melakukan hal itu hingga Desember 1893, ketika dia membuat Holmes jatuh dari sisi air terjun Reichenbach saat bergulat dengan musuh bebuyutannya, Moriarty. Di titik ini, Conan Doyle, yang sebenarnya lebih ingin dikenal sebagai pengarang sastra sejarah dan saintifik, berharap untuk tidak pernah menulis Holmes lagi. Dia menulis pada 1896, “Saya sudah kelebihan dosis tentangnya, sehingga perasaan saya kepadanya seperti perasaan saya kepada pâté de foie gras (makanan khas Perancis—red), yang pernah saya makan terlalu banyak, sehingga namanya membuatku mual sampai hari ini.” Tapi, itu tidaklah mudah.
Setelah “The Final Problem”, di mana Holmes menemui ajalnya, 20 ribu pembaca sangat marah sehingga membatalkan langganan The Strand, yang menyebabkan pemegang saham menekan Conan Doyle untuk menulis lebih banyak tentang Holmes. Pada 1901, masih terus dikepung oleh surat penggemar yang marah, Conan Doyle mulai kehilangan penghasilan yang didatangkan Holmes, dan menerbitkan novel kilas balik The Hound of the Baskervilles pada 1901-1902, yang dibuat serial di The Strand. Permintaan untuk Holmes begitu besar, sehingga penerbit menginginkan lebih banyak cerita tentangnya. Majalah Amerika Collier’s Weekly menawarkan 25.000 dolar untuk enam cerita Holmes yang baru dan The Strand menawarkan 100 paun per 1.000 kata untuk hal yang sama—jumlah terbesar yang pernah ditawarkan kepada seorang penulis pada masa itu. Namun, kedua majalah itu sangat tegas dengan syaratnya: cerita retrospektif tidak bisa diterima. Holmes harus hidup—kali ini sungguhan.
Tahun berikutnya, seperti dicatat David Drake, Conan Doyle menghidupkan kembali Holmes, menerbitkan serangkaian cerita baru di Collier’s mulai September dan di The Strand mulai Oktober. Tapi pada saat itu, permintaan untuk konten Holmes sangat besar, dan karena Doyle sendiri menolak untuk memproduksinya lagi selama tujuh tahun, penulis lain masuk untuk memanfaatkan kesuksesannya. Yang paling sukses Arthur Morrison, yang menulis cerita untuk The Strand tentang penyelidik dingin bernama Martin Hewitt (dan menggunakan ilustrator yang sama dengan Conan Doyle: Sydney Paget).
Di sekitar waktu inilah, keranjingan akan Holmes menembus Perancis. Pada Februari 1905, Pierre Lafitte, seorang jurnalis yang sebelumnya mendirikan dua majalah, meluncurkan majalah Je sais tout (“Kutahu Semua”). Dia ingin majalahnya menampilkan karakter bergaya Holmes demi memikat banyak pembaca, seperti yang dilakukan Holmes untuk The Strand. Dia lalu menghubungi temannya, pengarang Maurice Leblanc, dan memintanya untuk mengarang serangkaian cerita petualangan untuk majalah tersebut. Pada Juli tahun itu juga, Leblanc memulai debutnya dengan sebuah karakter: pencuri ramah, seniman pelarian, ahli penyamaran, dan detektif bernama Arsène Lupin.
Lafitte senang bukan main. Lupin adalah respons sempurna untuk semangat zaman itu. Tidak hanya keahlian investigasinya yang sesuai dengan gaya Holmes, tetapi Lupin juga seorang pencuri elegan, sebuah formula (seperti yang pernah ditulis J-L Buard dan R. Bonaccorsi) yang telah dinyatakan pada bulan yang sama sebagai “dernier cri” (model terkini) dalam kesusastraan Perancis, menurut sebuah artikel yang diterbitkan di majalah Lectures pour tous. Beberapa bulan sebelumnya, seperti dicatat Drake, seorang pencuri di kehidupan nyata bernama Alexandre Jacob, yang merupakan gembong kelompok “les Travailleurs de nuit” (“Pekerja Malam”), diadili bersama dengan sekitar empat puluh anak buahya, karena melakukan lebih daripada seratus perampokan. Pengadilan itu berlangsung sensasional, spektakuler, dan menawan imajinasi warga Perancis.
Tak ada momen yang lebih baik untuk Lupin memulai debutnya kecuali saat itu. Tapi untuk berjaga-jaga, seperti yang ditunjukkan Drake, Lafitte terus memasang iklan yang membandingkan Lupin dengan Holmes, dan Leblanc dengan Conan Doyle. Penulis biografi Leblanc, J. Derouard, mencatat bahwa Je sais tout sejak 1908 memuat pernyataan yang mengklaim bahwa Leblanc telah dijuluki “Conan Doyle dari Perancis”, meskipun ini hampir pasti akal-akalan Lafitte sendiri.
Setelah kisah debutnya “The Arrest of Arsène Lupin”, tidak ada yang meragukan kesuksesan Leblanc. Arsène Lupin adalah karakter baru yang memikat, dan dia menjadi sensasi berkat dirinya sendiri. Dari 1905 hingga 1939, Leblanc menulis Lupin dalam tujuh novel dan 39 novela. Leblanc juga ikut menulis (bersama Francis de Croisset) sejumlah drama Lupin. Yang pertama hanya berjudul “Arsène Lupin”, ditayangkan perdana pada 1908, pada Oktober, di Théâtre de l’Athénée di Paris.
Dalam produksi drama tersebut, aktor André Brulé memerankan Lupin. Ini perannya yang paling terkenal (dia memerankannya hingga meninggal pada 1953). Peran itu juga memperkuat citra spesifik dari Lupin—seorang pria elegan berkacamata lensa, bertopi tinggi, mengenakan tuksedo dengan sarung tangan putih, dan membawa tongkat—yang bakal secara permanen dikaitkan dengan peran tersebut, meskipun, seperti yang dinyatakan Drake, “bahwa aksesori tersebut tak ditampilkan dalam cerita Leblanc”. Memang begitulah ilustrasi terkenal dari karakter Lupin.
Kalau begitu, seperti apa sejatinya penampilan Lupin di dalam novel? Sulit untuk dijelaskan karena dia sering menyamar. Seperti yang diceritakan oleh narator kita, yang sebenarnya adalah “Maurice Leblanc” (sang pengarang melakukan fungsi Watson secara langsung, seperti S.S. Van Dine dalam kisah-kisah Philo Vance), dalam kisah pertama Lupin, bahwa pahlawan kita selalu menyamar. “Arsène Lupin, pria dengan seribu penyamaran: sebagai sopir, detektif, bandar judi, dokter Rusia, petarung banteng Spanyol, pelancong komersial, pemuda tangguh, atau pria jompo.”
Sesungguhnya, menjelang akhir cerita, narator kita, Maurice, mengungkapkan bahwa dia salah satu teman baik Lupin tetapi belum pernah melihat wajah aslinya. “Saya telah melihatnya dua puluh kali dan setiap kali dia adalah orang yang berbeda; bahkan dia sendiri pernah berkata kepada saya pada satu kesempatan: ‘Saya tidak lagi tahu siapa saya. Saya tidak dapat mengenali diri saya di depan cermin.’ Tentu saja dia seorang aktor hebat, dan memiliki kemampuan luar biasa untuk menyamar. Tanpa usaha sedikit pun, dia bisa mengadopsi suara, gerak tubuh, dan tingkah laku orang lain.”
Penyamaran itu berguna karena dalam semua aksi Lupin, menunjukkan wajah asli berpotensi membahayakan dirinya. Dia sering merampok meskipun karena alasan moral, dan juga melepaskan diri dari situasi berbahaya yang tak terhitung jumlahnya (termasuk, di episode kedua, membuat dirinya ditangkap dan kemudian kabur dari penjara). Terkadang dia diminta untuk menyelesaikan kejahatan yang pelik, sesekali bersama rekan Inggrisnya bernama Herlock Sholmès. Dia membawa kartu nama dengan nama aslinya tertulis di atasnya, yang seringkali dia berikan kepada orang yang dia tipu sebelum dia menghilang untuk selamanya. Dia juga sering terungkap menjelang akhir cerita setidaknya sebagai salah satu dari karakter-karakter lain yang mengisi cerita.
Sebagai seorang pria yang wajahnya terus berubah-ubah, Lupin telah dihidupkan di atas panggung teater, layar, dan gim video yang tak terhitung jumlahnya. Belum lagi banyak cerita yang melanjutkan petualangannya.[]
[Olivia Rutigliano adalah kandidat doktor perbandingan sastra dan teater di Columbia University, dengan spesialisasi sastra Abad ke-19 dan awal Abad ke-20. Dia juga editor di CrimeReads, bagian dari Lit Hub.]
[Artikel ini diterjemahkan dari “So, who is Arsène Lupin, anyway?”, CrimeReads.com, 22 Januari 2021.]